Melihat Dari Sisi Lain Industri Inovasi Dan Infrastruktur : Refleksi Atas Pembangunan dan Bonus Demografi Indonesia, Siapkah kita ?
Penulis : Moh. Wafri Matorang
Pekan kemarin saya mampir di sebuah kedai kopi yang sederhana di pinggiran kampus universitas Hasanuddin, untuk sekedar memperbaiki suasana hati, terdengar saut-sahutan pemuda dengan mimpi kemahasiswaannya, beberapa bangku lain terlihat ada semacam politikus yang membicarakan tentang lobi-lobi politik, tepat di belakang bangku saya terlihat seseorang yang tidak asing bagi saya, teman lama yang punya visi besar terkait gerakan buruh yang harus punya daya gerak kuat, dengan harapan mampu untuk menciptakan kehidupan adil makmur untuk semua orang. Keluar dari semua kesan tersebut dari Pertemuan warung kopi dengan sahabat lama itu menjadi awal atas perbincangan panjang terkait masa depan.
Percakapan itu, dimulai dengan mempertanyakan kasus kesehatan mental remaja Indonesia jika kita coba untuk merefleksikan beberapa tahun kemarin ternyata, data Riskesdas (riset kesehatan dasar) menjelaskan Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki proporsi depresi sebesar 6,2%. Depresi berat akan cenderung untuk menyakiti diri sendiri ( self harm ) hingga bunuh diri. Sebesar 80–90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap jam terdapat kasus bunuh diri. Menurut ahli suciodologist 4.2% siswa di Indonesia pernah berpikir bunuh diri. Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9% mempunyai niat untuk bunuh diri sedangkan 3% lainnya pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Berdasarkan riset, pada tahun 2022 memperlihatkan bahwa sebanyak 2,45 juta remaja di Indonesia tergolong sebagai orang gangguan jiwa, menurut riset prevalensi gangguan mental di tunjukan dengan gejala depresi dan cemas pada usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1% dari jumlah penduduk setara dengan 11 juta orang.
Dari sisi lain tontonan media banyak memperlihatkan kasus kriminalitas, tindakan ausilah orang tua terhadap anak sampai pembunuhan anak terhadap orang tua, dan juga tidak jarang kita menemukan berita tentang orang yang memili pekerjaan sampingan sebagai pengedar narkoba.
Pembangunan, inovasi industri digital hari ini sudah menjadi identitas masyarakat modern, di mana prinsip dasarnya adalah percepatan dan efisiensi, SDGs dalam tujuannya ada kepentingan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan negara-negara secara keseluruhan, melihat dibalik darinya terdapat harapan terkait dengan pertumbuhan ekonomi untuk kepentingan seluruh negara yang tergabung, kepentingan sosial, kepentingan lingkungan dan masa depan dari generasi. Prinsip dasar atas tujuan yaitu murni untuk kepentingan masyarakat banyak, baik secara ekonomi, kehidupan sosial, dan lingkungan secara khusus menjaga kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Singkatnya lahirnya SDGs Sustainable Development Goals, pada masa berakhirnya MDGS Milennium Development Goals, Melahirkan solusi pembangunan dunia yang berkelanjutan secara sistematis dengan rencana yang luar biasa baik untuk pembangunan yang cukup baik untuk negara-negara PBB.
Terdapat 17 tujuan SDGs, harapan besar atas hidup dan kehidupan yang sangat ideal, kehidupan yang diharapkan semua masyarakat. Memimpikan hal yang indah secara objektif SDGs adalah solusi atasnya.
Jika kita mencoba untuk mengulik Masalah industri, inovasi dan infrastruktur hari ini terkesan polarity di mana Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang merayakan bonus demografi menyambut angin segar ini sebagai salah satu harapan di mana tidak terjadi kesia-siaan terhadap momentum bonus demografi ini. Harapan terkait momentum ini menjadi masalah yang sangat kompleks, mereka yang tergolong usia produktif hidup dalam selimut kecemasan. salah satu masalah hadirnya faktor tersebut justru karena industri digital.
Pembangunan menjadi bangunan atas benteng pertahanan kesejahteraan, inovasi menjadi senjata dan infrastruktur menjadi alat atas tujuan yang akan di capai berdasarkan cita-cita. Berhadapan dengan Kecemasan sosial itu menjadi bias atas tujuan dan harapan harapan dan imajinasi tentang masa depan, hal ini perlu untuk di bicarakan secara lebih kompleks khusus ancaman akan kesiapan terhadap masa depan yang selalu dibicarakan bukan hanya di ruang akademik bahkan sampai di lambung dapur perempuan. Ya, karena itu di rasakan bukan hanya mereka yang mengharapkan kebahagiaan tetapi seluruh manusia modern abad 21 ini, khususnya remaja yang hidup di rentan usia produktif.
Generasi anak muda yang lahir di antara tahun 1997-2012 yang kita kenal sebagai generasi z atau generasi milenial belakangan hidup berdampingan dengan internet dan menjadi semacam identitas dari mereka, hari-hari ini populer hal baru tentang musik senja dan healing, fenomena healingbelakangan banyak terjadi. Bukan karena popularitas tempat wisata semata tetapi hal tersebut terjadi sebagai wadah alternatif atas kecematas diri dan masa depan, bagaimana masa depan itu bisa di hadapi oleh mereka yang hidup nya di tekan oleh kecemasan ?
Pertanyaan yang kemudian hadir, Inovasi dan infrastruktur hadir atas dasar kepentingan apa ? saya sebagai seorang yang menikmati sekaligus mengamati, bertanya lebih jauh, apakah ini hanya sekedar alat atas pencapaian ambisi kepuasan dari manusia semata atau kita memang mengharapkan hal tersebut hadir sebagai bagian dari kebutuhan hidup di mana manusia bergantung pada semua hal termasuk industri digital, infrastruktur dan inovasi itu sendiri. Saya coba untuk keluar dan melihat secara lebih luas berdasarkan latar belakang kenapa kemudian banyak remaja mengalami gangguan mental pada sisi lain industrialisasi, inovasi dan infrastruktur terus digaungkan dan tumbuh pesat, dan sampai hari ini masih terus berlangsung proses perubahan sosial sekaligus perbaikan sosial.
Menjaga akal dalam gonjang ganjing kepentingan, di tengah derap kepentingan pembangunan dalam masyarakat kita, kontradiksi yang di akbatkan sosiokultural menghasilkan tidak hanya kemajuan tetapi juga ketimpangan, ketidakadilan dalam kondisi sosial bukan hanya fakta yang sedang diusahakan perbaikannya tetapi juga suatu keadaan yang di lestarikan menjadi suatu iklim.
pada suatu kondisi semacam itu tidak hanya diperlukan penerapan teknik-praktis tetapi juga terang teori untuk membuka jalan yang mengelapkan pemikiran masyarakat terkait realitas sosial. ideologi kritis di perlukan pada saat seperti itu.
Seorang pemikir Jerman, Max Horkheimer pernah berucap masa depan kemanusian hanya tergantung pada adanya sikap kritis dewasa ini. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, cenderung melihat pendidikan sebagai hal yang mustahil dan bukan sebagai tujuan bertahan hidup dari dunia yang semakin sempit adalah pilihan terbaik. Pembangun dan pembaharuan memang sangat susah untuk di jalankan, hal tersebut menjadi semacam pedang bermata dua, dapat membantu manusia dalam kehidupannya dapat juga membunuh manusia itu sendiri.
Pilihan terbaik dari menghadirkan inovasi besar masyarakat Indonesia adalah dengan mennaikan teraf pendidikan rata-rata masyarakat Indonesia, di mana pendidikan bukan hanya sebagai legal stenting atas solusi alternatif administratif secara formal tetapi juga harus menjadi kebiasaan dan kebutuhan hidup orang Indonesia secara keseluruhan. Sederhanya tontonan media yang bergerak dari isu kriminalitas dan sensasi artis harus lebih cepat mengambil peran pendidikan yang mendidik secara dominan untuk semua kalangan usia dari masyarakat Indonesia karena dengan begitu dapat menggeser fenomena kecemasan sosial menjadi kesejateraan sosial.
Sayangnya kepentingan media akan tetap bergerak di sektor pasar di gital dengan harapan profit bukan bentuk ideal dari masyarakat yang rata-rata pendidikannya membaik dan lebih baik. Seharusnya hal tersebut harus menjadi rutinitas yang harusnya di jaga sebagai kepentingan pendidikan yang berbasis mendidik, solusi atas alternatif lain di mana lahirkan inovasi besar sektor digital dengan kepentingan berbasis pendidikan, dengan begitu tidak terdapat kerugian yang signifikan terhadap kepentingan ekonomi atas industri digital.
Akhir dari percakapan panjang itu sepakat untuk memaksimalkan organisasi nirlaba yang berbasis pada kepentingan sosial, dibandingkan hidup dalam dunia yang sama sekali asing untuk kita yang ada di dalamnya, sebagai masyarakat sekaligus sebagai sebagai individu yang merdeka.

Komentar